Thursday, May 10, 2007

Penambangan Pasir


Januari 2008, Kran Exsport Pasir Laut di Buka ?
Akankah Nasib Nelayan Berubah….

Kebutuhan pasir Singapura yang masih sekitar 272 juta meter kubik tentunya tidak bisa dipandang sebelah mata. Nilainya saja sudah mencapai angka minimal S$ 1,9 Miliar. Sementara untuk mendatangkannya, yang paling mungkin memang dari Indonesia terutama dari perairan Kepulauan Riau. Jika ini tidak dilakukan, maka Singapura akan mengalami defisit ekonomi karena tidak mampu membiayai sector property yang merupakan andalan negara singa tersebut. Kemauan Singapura menandatangani perjanjian extradisi dapat dianggap sebagai upaya memuluskan langkah agar beleid exsport psir laut Indonesia dapat dicabut. Dan isunya, Janury 2008 akan menjadi titik awal dimulainya lagi exsport pasir laut ke Singapura. Betul tidaknya, perhatikan saja prosesnya.

Maritim, Batam-
Tak kurang dari Gubernur Kepri sendiri mulai menunjukkan sikap lunak dalam mensikapi permasalahan pasir laut ini. Usulan dari Ismeth jelas, masalah pasir laut ini dijadikan sebagai perdagangan G to G dengan mekanisme yang ditangani oleh daerah. Hal ini berdasarkan adanya hubungan darah dan kedekatan yang sudah mengakar begitu lama dengan Singapura. Pengalaman bertetangga dengan Singapura selama puluhan tahun dianggap cukup sebagai referensi penanganan perdagangan pasir laut yang lebih baik.

Singapura memang memiliki yang namanya Concept Plan 2001. dalam Concept Plan tersebut jelas tersebut bahwa Sigapura akan memaksimalkan luas wilayahnya menjadi 747,2 Km2. daerah sebesar ini dipersiapkan untuk populasi sebanyak 5,5 juta orang .Ini menjadikan Singapura nantinya lebih luas 32,2 Km2 dibandingkan dengan Barelang ( Batam, Rempang , Galang ). Konsep ini nantinya hanya akan menyisakan sepuluh pulau saja di Singapura. Lebih dari ini, perluasan yang lebih besar lagi akan mengakibatkan sempitnya alur pelayaran yang praktis tidak akan menguntungkan secara ekonomis nantinya. Jumlah pulau di Singapura sendiri mencapai sekitar 41 buah termasuk pulau utama. Lain cerita kalau ternyata Batam, Rempang dan Galang dicaplok juga.

Namun protes keras datang dari kelompok Pecinta Alam yang tergabung dalam Koalisi Anak bangsa. “ jika ada yang terbangun, berarti akan ada yang hancur. Menambah sekian banyak berarti akan menghilangkan sekian banyak juga yang hilang dari kita. Mustahil membangun didaerah yang hilang.” Demikian ujar Sri, aktivis PAB kepada Maritim.

Sementara itu, beberapa daerah yang pernah menjadi pusat penambangan pasir seperti bintan, Pulau Sugi, Citlim dan singkep mengalami kerusakan lingkungan yang parah dan tak terpulihkan. Efek negatifnya jelas, banyak nelayan yang tidak bisa mencari ikan lagi. Bahkan sebagian besar daerah tangkapan ikan didaerah tersebut sudah hilang. Ini memaknakan sebagian dari potensi ekonomi yang berkelanjutan telah habis dikikis demi seonggok rupiah dalam tumpukan pasir laut.

Awaluddin, mewakili dari HNSI Provinsi Kepri menyatakan dengan jelas bahwa apapun ceritanya penambangan pasir laut sebenarnya tidak boleh menjadikan nelayan miskin. “ selama ini mereka yang hidup dari laut. Seharusnya mereka juga yang mendapatkan kontribusi paling layak dari penambangan pasir laut ini.” Demikian Awal menjelaskan kepada Maritim.

Lebih jauh Awal menambahkan bahwa dirinya bukan tidak setuju penambangan pasir laut dilakukan. “tapi dengan menggunakan alat yang tidak menggangu lingkunganlah. Jangan paka belalai tapi kran untuk mengambil pasir.’ Demikain Awal menjelaskan.

Isunya , tim dari AP4L ( Asosiasi Pengusaha Penambang Pasir Laut ) sudah datang berkunjung ke Kepri dan melakukan pembicaraan terhadap pihak – pihak terkait. Kabarnya mereka juga melakukan survey lokasi penambangan baru. Jadi kemungkinannya bahwa penambangan pasir laut akan kembali berjalan mungkin saja terjadi, tetapi apakah nasib nelayan kita akan berubah ? ( Arif )

No comments: